Medan – Pandemi Covid-19 berdampak besar di segala bidang terkhusus pendidikan di Indonesia. Sudah 3 bulan lamanya, mulai tingkat SD hingga perguruan tinggi mengadakan pembelajaran di rumah (study at home).
Banyak kendala yang dihadapi terutama sarana dan prasarana yang kurang memadai seperti orangtua siswa yang tidak memiliki smartphone, kesulitan jaringan dalam mengakses tugas yang diberikan dan dari kendala tim pengajar sulit untuk menerapkan metode pembelajaran yang efektif.
Kini pemerintah memutuskan kebijakan New Normal di mana diperbolehkan beraktivitas seperti biasa. Namun tetap menjaga protocol kesehatan memakai masker, membawa bekal dari rumah, penyediaan sarana cuci tangan dan menjaga jarak.
Dari kebijakan New Normal dosen PGSD FKIP UMSU diwakili Suci Perwita Sari, S.Pd., M.Pd., dan Eko Febri Syahputra Siregar, S.Pd., M.Pd. berinsiatif memberikan sosialisasi kepada guru-guru untuk dapat menerapkan self-hygiene pada siswa melalui pembuatan clay dari sabun.
“Kegiatan sosialisasi ini dilakukan di dua sekolah mitra yaitu SDS. Setia Nurul Azmi Medan dan SDS. Muhammadiyah 09 Medan, Sabtu (13/6).
Suci menjelaskan, Self hygiene merupakan kesadaran diri seseorang dalam menjaga kebersihan dirinya sendiri agar dirinya dan orang lain dapat terhindar dari berbagai penyakit. “Salah satu langkah kreatif dalam meningkatkana kesadaran dengan mendaur barang-barang kesehatan menjadi sesuatu yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi,” katanya
Dia mencontohkan, seperti diketahui, sabun bekas (sudah kecil) yang selalu gunakan tetapi sering dibuang saja. Padahal jika kita olah ulang, sabun bekas tersebut dapat dijadikan bahan dasar pembuatan clay/plastisin.
“Cara pembuatannya sangatlah mudah. Sabun diparut menggunakan parutan keju. Selanjutnya hasil parutan sabun tersebut ditambahkan air, tepung, dan pewarna makanan secukupnya untuk selanjutnya diaduk hingga teksturnya menyerupai clay/plastisin,” jelaskan.
Selanjutnya sabun yang telah menjadi clay tersebut dapat dibentuk menjadi aneka ragam bentuk seperti bunga, hewan, buah-buahan bahkan tokoh-tokoh kartun favorit anak.
Eko menambahkan, keuntungan clay dari sabun ini selain mampu mengurangi sampah sabun, namun juga aman digunakan. Sebab clay yang ada selama ini terbuat dari bahan dasar plastic yang sulit terurai dan berbahaya jika terhirup ataupun terbakar oleh api.
Pantauan tim PKM, para guru di dua sekolah terlihat begitu antusias dan merasa tidak sabar untuk mengaplikasikan kegiatan ini kepada siswanya setelah keadaan normal kembali. Mereka berencana akan menerapkan pembuatan clay dalam berbagai tema pembelajaran di kelas.
Dosen PGSD FKIP UMSU berharap kegiatan ini bukan hanya dapat diterapkan di dunia pendidikan. Namun di kalangan masyarakat umum. “Banyak pengusaha yang membuat bahan clay ini menjadi berbagai hiasan, gantungan kunci, mainan kulkas bahkan miniatur dari seorang tokoh. Hasil penjualannya juga menghasilkan untung yang cukup banyak sebab pembuatan clay dengan cara ini merupakan hal yang mudah dilakukan dengan bahan yang terjangkau,” ucapnya. (muhammad arifin)