Mr. Muhammad Hasan Diusulkan sebagai Nama Jalan
Medan, Pembacaan teks Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia Pertama di Pulau Sumatera pada 6 Oktober 1945 di Lapangan Merdeka Medan diperingati. Hal baru pertama dilakukan setelah 75 tahun sejarah itu berlalu. Peristiwa itu diperingati dalam apel pengurus Dewan Harian Daerah ’45 dan pengurus Kwartir Daerah Gerakan Pramuka Sumatera Utara, Selasa (6/10) di pelataran monumen pejuang di Lapangan Merdeka Medan.
Ketua DHD’45 Sumut Mayjen TNI (Purn) Muhammad Hasyim yang bertindak sebagai inspektur upacara mengatakan, tiga bulan setelah Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia diproklamirkan oleh Soekarno-Hatta atau tepatnya 6 Oktober 1945, namun belum terpublikasi ke seluruh nusantara karena keterbatasan akses informasi yang pada saat itu Indonesia di bawah jajahan Jepang. Banyak rakyat di pelosok negeri tidak mengetahui bahwa Jepang telah takluk di tangan sekutu karena jatuhnya bom di Hiroshima dan Nagasaki.
Agar momentum kemerdekaan Indonesia diketahui oleh seluruh rakyat Indonesia termasuk di Kota Medan, maka Gubernur Sumatera pertama Mr. Muhammad Hasan pada 6 Oktober 1945 membacakan teks Proklamasi di Lapangan Merdeka Medan.
Hadir dalam apel bersama, Ketua Kwartir Daerah Gerakan Pramuka Sumatera Utara Kak H Nurdin Lubis, Wakil Ketua (Waka),andalan Kwartir Daerah Gerakan Pramuka Sumut, Ketua PABRI, Ketua LVRI, Ketua PWRI, penggiat Lapangan Merdeka, sejarawan, dan sejumlah organisasi kemasyarakatan. Dalam upacara yang berlangsung sesuai protokol kesehatan dilakukan pembacaan naskah peristiwa 6 Oktober 1945 oleh Waka Binawasa Kwardasu Kak Prana Jaya, dilanjutkan pembacaan teks Proklamasi oleh Ketua PABRI Brigjen TNI Purn.Muhammad Ali Imran Siregar.
Ada Empat Hal Pesan yang Dimaknai
Muhammad Hasyim mengatakan, peristiwa itu dimaknai dengan pesan empat hal, yaitu, bahwa kemerdekaan itu juga kehendak rakyat di daerah dan untuk memperjuangkan kemerdekaan rakyat di daerah hingga desa telah ikut bersama berjuang mengorbankan harta, jiwa, dan raganya. Kedua bahwa rapat akbar untuk mendengar Indonesia telah merdeka sebagai wujud rasa syukur, dan dengan dukungan rakyat kepada pemimpin Indonesia untuk mengelola Indonesia yang merdeka ini.
Rapat akbar itu juga untuk mengabarkan kepada dunia bahwa seluruh rakyat Indonesia termasuk di Pulau Sumatera, khususnya Sumatera Utara siap mempertahankan Indonesia merdeka dan tidak ingin ada lagi imperialisme, kolonialisme, dan penjajahan di muka bumi ini. Kemudian memberikan peringatan kepada para pemimpin bangsa untuk mengisi dan membangun Indonesia merdeka ini dengan seadil-adilnya untuk memakmurkan rakyat.
“Hari ini setelah 75 tahun Indonesia merdeka kita sengaja memperingati peristiwa dibacakannya Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 6 Oktober 1945,” ujar Hasyim.
Peristiwa ini lanjutnya, tidak pernah diperingati. “Apa yang kita lakukan pada hari ini untuk mengingatkan kepada seluruh masyarakat Sumatera Utara , dan para pemimpinnya bahwa rakyat Sumut adalah rakyat pejuang. Mereka andil dalam memerdekakan , maka wajar untuk andil dalam mengisi dan mengawal jalannya pembangunan bangsa. Kita semua sebagai saksi hari ini ingin menjadi anak bangsa yang ingat sejarah,” katanya.
“Kita tidak ingin dituduh oleh generasi yang akan datang sebagai generasi yang sengaja melupakan sejarah. Dan tidak ingin pula mewariskan generasi kita sebagai generasi tuna sejarah. Sebab sejarah itu adalah identitas bangsa,” kata Hasyim.
Nama jalan
Diakhir amanatnya, Hasyim mengingatkan, untuk bersama sama menguatkan pemahaman nilai perjuangan dan sejarah bangsa kepada generasi muda dengan mengajarkan sejarah. Merawat situs dan warisan sejarah dan menjadikan pendidikan sejarah berbasis situs.
Pada kesempatan itu juga disampaikan kepada pemangku kepentingan di Sumatera Utara, bahwa usulan Mr. Muhammad Hasan sebagai Gubernur Sumatera pertama , dan telah menjadi pahlawan nasional, untuk menjadi nama jalan atau bangunan milik pemerintah belum terealisasi. “Kami mengimbau kepada Gubernur dan Walikota Medan untuk menabalkan nama Mr. Muhammad Hasan sebagai salah satu nama jalan di Kota Medan. Usulan ini sudah bertahun tahun diajukan, baik oleh DHD’45 Sumut, LVRI, para sejarawan maupun komunitas masyarakat lainnya tetapi belum direalisasi,’ kata Hasyim. (*)