rekatamedia.com - H-17 Kongres Luar Biasa (KLB) PSSI suasana mulai panas. Manuver dilakukan sejumlah calon. Utamanya, calon Ketua Umum dan Wakil Ketua Umum PSSI yang notabene pejabat negara.
Ada empat pejabat negara yang turun gunung ikut kontestasi pemilihan pejabat PSSI. Mulai dari Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPD), La Nyalla Mattalitti, Menteri BUMN, Erick Thohir, Menpora Zainuddin Amali, sampai Wakil Menteri Dalam Negeri, Jhon Wempi Witepo.
Erick misalnya sudah mengumpulkan sejumlah voter di Hotel Pullman, Jakarta yang digalang tim suksesnya Iwan Budianto, Yunus Nusi, Juni Rachman, Pieter Tanuri, Ferry Paulus. Sejumlah voter dari pulau Sumatera diberikan akomodasi dan transportasi.
Hari ini sampai Rabu, 1 Februari 2023 giliran Menpora Zainuddin Amali yang mengumpulkan 19 voter di Palembang dengan agenda Forum Grup Discussion (FGD) Inpres Nomor 3 Tahun 2019 tentang Percepatan Pembangunan Sepakbola Nasional.
“Menarik, tiba-tiba Menpora buat FGD Inpres yang dikeluarkan sejak 2019. Kemana saja selama ini. Makin menarik FGD tidak mengundang semua klub di pulau Sumatera. Hanya 10 Asprov dan 9 klub yang tercatat sebagai pemilik suara di KLB,” kata Koordinator Save Our Soccer, Akmal Marhali di intagramnya @akmalmarhali20
Agar tidak bisa uang negara digunakan untuk penggalangan suara, Akmal Marhali meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus ikut mengawasi.
“Jangan sampai uang negara digunakan untuk mobilisasi suara. Sudah menjadi rahasia umum sejak era Nurdin Halid pada 2003, Kongres PSSI beraroma “moneypolitic,” ungkapnya.
“Jumlahnya pun cukup besar. Tembus Rp 500 juta sampai 1 miliar per suara. Jangan sampai sepakbola Indonesia jadi sepakbola NPWP (Nomor Piro, Wani Piro) dan peserta Kongres jadi Peserta 3D (Datang, Duduk, Duit),” lanjutnya.
Menurut Akmal, segala sesuatu yang ditanam dengan cara yang tidak benar, maka akan menuai hasil yang juga tidak benar. “Kasihan sepakbola Indonesia yang selalu jadi korban karena kepentingan jabatan yang selalu dijadikan batu loncatan!,” tandasnya.