Oleh: Yuni Naibaho S Sos
Ada yang berbeda pada peringatan ibadah Haji ditahun 2020 ini, banyak calon jamaah Haji menahan keinginannya
melaksanakan salahsatu rukun Islam yang kelima yakni ibadah Haji di Makkah.
Sebab, pemerintah Indonesia telah mengambil kebijakan membatalkan pemberangkatan calon jemaah Haji maupun umroh ditahun 2020 karena pandemi virus corona yang melanda di beberapa negara di dunia. Hal ini juga sesuai keputusan Pemerintah Arab Saudi membatasi jumlah jamaah untuk menyelenggarakan ibadah haji 1441 H/ 2020 yakni mereka yang sudah tinggal dan berada di dalam wilayah Arab Saudi dari warga Negara manapun.
Menjadi tamu Allah ke Tanah Suci merupakan panggilan dari Allah Swt dan hadiah terindah dalam hidup manusia yang sejatinya tidak bisa tergantikan dengan apapun. Apalagi dengan menunggu keberangkatan hingga 17 tahun dari awal pendaftaran, menjadi cerita perjuangan calon jamaah yang merindukan datang ke dua kota suci bagi umat Islam yakni Madinah dan Makkah.
Makkah, atau Makkah al-Mukarramah, merupakan sebuah kota utama di Arab Saudi. Kota ini menjadi tujuan utama kaum muslimin dalam menunaikan ibadah haji dan umroh. Di kota ini terdapat sebuah bangunan utama yang bernama Masjidil Haram dengan Ka’bah di dalamnya. Bangunan Ka’bah ini dijadikan patokan arah kiblat untuk ibadah salat umat Islam di seluruh dunia. Kota ini merupakan kota suci umat Islam dan tempat lahirnya Nabi Muhammad SAW. (Wikipedia).
Untuk datang ke Makkah beribadah haji dan umroh, menjadi dambaan umat Islam yang beriman. Tapi tidaklah pula menjadi hal yang mudah bagi umat untuk melaksanakan rukun Islam kelima itu karena diwajibkan bagi Muslim yang mampu untuk menjalankannya.
Dalam buku Ensiklopedia Islam Al Kamil yang ditulis oleh Syaikh Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah At Tuwaijiri dijelaskan bagaimana maksud dari berhaji bagi yang mampu. Yaitu, jika ia sehat jasmani, mampu untuk pergi, terdapat bekal dan kendaraan yang dapat mengantarnya untuk menunaikan ibadah haji tersebut. Dan pulang kembali setelah terpenuhi segala kewajibannya seperti utang-utang, juga adanya nafkah untuk keluarga yang ditinggalkannya. Dan apa yang dia miliki melebihi dari kebutuhan primernya.
Barangsiapa yang mampu karena ada harta dan sehat jasmani, maka ia wajib menunaikan haji untuk dirinya. dan barangsiapa ada harta akan tetapi lemah fisiknya, maka wajib baginya untuk mencari orang lain untuk menghajikan dirinya.
Dan barangsiapa yang sehat fisiknya akan tetapi tidak tidak mempunyai harta maka ia tidak diwajibkan berhaji. Tetapi jika ia lemah dalam harta dan fisik maka gugurlah kewajiban untuknya.
Dan dibolehkan bagi siapa yang tidak mempunyai harta atau uang untuk menerima zakat mal (harta) dan menggunakannya untuk berhaji, karena haji termasuk dalam golongan fii Sabilillah (perjuangan dalam jalan Allah subhanahu wa ta’ala).
Karena ada keterbatasan dalam pelaksaan ibadah haji/umroh, banyak umat Islam yang berupaya berdoa dan memohon kepada Allah SWT agar mendapatkan “undangan” untuk menjadi tamu Allah di Tanah Suci Makkah dan Madinah. Bahkan sering kita dengar dan ketahui, beberapa umat Islam yang secara ekonomi tidak mampu tapi bisa pergi beribadah ke Tanah Suci dengan izin dan bantuan Allah yang secara nalar manusia hal itu tidak mungkin. Tapi bagi Allah SWT tidak ada hal yang tidak mungkin atas izinNya, “Kun fayakun” terjadi maka terjadilah!.
Bagi umat Islam yang pernah pergi ke Tanah Suci baik melakukan ibadah Haji dan umroh, merupakan berkah yang paling besar dalam hidup yang diberikan Allah SWT. Apalagi jika yang diberi “undangan” dari Allah Swt untuk menjadi tamuNya itu merupakan dari ekonomi keluarga yang sederhana, menjadi anugerah dan rezeki yang sudah ditetapkan Allah Swt.
Rasa kebahagiaan dan takjub yang luar biasa bisa sampai ke kota Rasulullah Madinah dan beribadah ke Makkah terus menyelimuti hati. Dari melihat maqam Rasulullah, berziarah, hingga umroh ke Makkah melihat Kabah yang menjadi kiblat umat Islam seluruh dunia, membuat tubuh gemetar, rasa takjub merasakan kekuasaan Allah SWT yang begitu besar. Bahkan rasa kebahagiaan itu terus terasa hingga sekarang dan sehingga menghadirkan rasa rindu yang sangat dlaam untuk bisa kembali ke Tanah Suci menjadi tamu Allah dan Rasulullah.
Ternyata rasa rindu untuk menginjakkan kaki di Tanah Suci tidak hanya berlaku bagi umat Islam yang sudah pernah ke sama, tapi yang belum pernah berkunjung, hati mereka senantiasa dipenuhi kerinduan untuk menjadi tamu Allah.
Tak heran jutaan umat Islam berkumpul di Makkah untuk melaksanakan ibadah haji setiap tahunnya. Sementara di luar musim haji, jutaan muslim dari berbagai penjuru dunia juga senantiasa berziarah ke Baitullah. Sepanjang tahun Kakbah tak pernah sepi dari umat manusia untuk meraih ridha-Nya.
Ternyata keinginan rindu ingin ke Tanah Suci tak lepas dari doa Nabi Ibrahim as kepada Allah SWT yang pernah meminta agar Ka’bah menjadi yang dirindukan oleh seluruh keturunannya, selain dari perintah Allah yang mawajibkan berhaji sebagai rukun Islam yang ke lima.
Dalam Alquran surat Ibrahim ayat 37, nabi Ibrahim berdoa “Ya Rabb kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Rabb kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan salat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur” (QS. Ibrahim: 37).
Dari ayat ini dijelaskan, dari Syaikh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah berkata, “Allah mewajibkan haji ke Baitullah di mana Allah menempatkan anak keturunan nabi Ibrahim dan Allah menjadikannya suatu rahasia mengagumkan yang memikat di hati.”
“Yaitu orang berhaji (ke Kakbah) dan tidak ditunaikan terus menerus, namun setiap kali seorang hamba pergi bolak-balik ke kakbah maka semakin bertambah kerinduannya, semakin besar kecintaannya dan kerinduannya“ (Taisir karimir rahman : 427)
Berdasarkan penjelasan di atas, maka tak heran jika umat muslim yang belum pernah ke tanah suci ingin sekali datang, dan yang sudah pernah ingin kembali lagi, sementara yang sudah berhaji ingin datang saat musim haji meski hanya menjadi petugas kebersihan. Betapa mulianya rumah Allah SWT ini.
Kerinduan pada tanah suci adalah kerinduan menembus batas waktu dan ruang. Karena di sanalah napak tilas keteladanan Ibrahim dan Ismail dapat kita resapi. Di sanalah jejak romantika kehidupan Rasulullah dan para sahabat kita dapati. Maka demi Allah, rindu pada tanah Mekah yang suci dan kota Madinah yang terberkahi adalah pola rindu yang harus tetap ada dalam hati, tak peduli apa dan bagaimana kondisi kita.
Selamat Hari Hari Idul Adha 1441 H/2020 M. Semoga pandemi virus corona segera berlalu.
“Wahai Allah, perkenankanlah kami berziarah di rumah-Mu dan kota rasul Mu”.
Penulis Anggota Komisi Infokom MUI Kota Medan.
—