Pernah tidak kita mengalami kehidupan yang kedua? Mungkin ada yang bertanya, apakah kehidupan kedua itu setelah datangnya kematian. Tidak! Kehidupan kedua itu adalah kehidupan di mana kita ‘tersadar’ dari kehidupan kita yang selama ini mungkin melalaikan kita untuk tidak mengingat Allah. Kehidupan kedua adalah kehidupan di mana seorang hamba bertaubat kepada Allah, dengan sepenuh taubat.
Kita mungkin heran kenapa beberapa artis yang dulunya sering melakukan maksiat, suka minum-minuman berakohol, tidak kenal salat bahkan berzina, tiba-tiba kehidupannya berubah 100 persen. Ia menjadi manusia yang ‘berbeda’ dari sebelumnya. Sekarang ia sangat dekat dengan masjid, suka berdakwah dan meninggalkan kebiasaan lamanya. Inilah yang saya sebut kehidupan kedua.
Sebenarnya, masing-masing kita apapun profesinya pada dasarnya mengalami hal tersebut. Ada orang yang sibuk dengan kerjanya, lalu pada di saat ia mengalami puncak kesuksesan entah bagaimana tiba-tiba apa yang ia miliki selama ini hilang karena sebuah bencana. Jika kita mau menyelami peristiwa ini, sebenar Allah memberikan sinyal bahwa jangan tertipu dengan harta, di mana satu saat harta itu akan hilang. Jangan bersandar dengan jabatan karena suatu waktu jabatan itu akan beralih. Tetapi selalu bersandarlah kepada Allah, karena Allah pasti tidak akan meninggalkan kita.
Di saat kita memahami bahwa kecintaan Allah kepada hamba-Nya lebih besar daripada murka-Nya, maka apa yang terjadi kepada kita yang bersifat ‘merugikan’ menurut kita pada dasarnya itu adalah ‘kasih sayang’ Allah. Allah ingin agar hamba-hamba-Nya ini tidak lupa kepada-Nya. Karena itu Allah berikan sesuatu musibah kepada orang tersebut agar ia menyadari kesalahan yang ia perbuat selama ini. Dan saat ini sadar maka ia akan bertaubat dan di saat itulah ia kembali kepada Allah.
Bacalah sejarah Nabi Adam Alaihi salam. Saat Adam melakukan maksiat kepada-Nya lalu Adam bertaubat. Maka Allah anugerahkan kepadanya untuk menjadi Nabi.
Di dalam Musnad-nya Imam Ahmad, Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wasalam pernah ditanya, “Siapakah nabi pertama?” Beliau menjawab, “Adam.” Seorang sahabat bertanya lagi, “Apakah ia betul-betul seorang nabi wahai Rasulullah?” Rasul menjawab, “Ya seorang nabi yang diajak berbicara oleh Tuhan.”
Dalam dialog ini, ada rasa ketidakpercayaan sahabat bahwa Adam adalah seorang nabi, karena menurut dirinya, Adam telah berbuat maksiat kepada Allah, sehingga Allah menjatuhkan hukuman-Nya kepada Adam, di mana Adam dan Hawa ‘dijatuhkan’ ke dunia. Maka tidak mungkin seorang nabi bermaksiat kepada Allah. Namun, Rasul mengatakan bahwa Adam adalah seorang nabi, bahkan ia menegaskan bahwa Nabi Adam adalah nabi yang diajak berbicara oleh Allah.
Ini menunjukkan adalah ‘kehidupan kedua’ dari Adam yang menyadari kesalahannya. Dan di saat ia bertaubat, Allah kembali memuliakan Adam.
Amru Muhammad Khalid dalam bukunya Pribadi Penuh Arti di halaman 28 menceritakan bagaimana pesan Allah subhanahu wata’ala kepada Adam alaihi salam:
Adam menangis, Allah Swt menyerunya setelah ia diturunkan ke bumi dalam kondisi sedih karena kehilangan surga dan tidak lagi tinggal di sisi-Nya. Allah Swt. berfirman kepadanya,” Wahai Adam, engkau dahulu mendatangi-Ku layaknya raja datang kepada raja. Sekarang, engkau mendatangi-Ku layaknya hamba datang kepada raja. Ini lebih Ku senangi.”
“Wahai Adam, jika Kujaga (selalu) engkau dan keturunanmu dari maksiat, siapakah yang akan Ku beri rahmat dan ampun-Ku? Siapakah yang akan Ku beri kemurahan-Ku? Wahai Adam, rintihan pendosa lebih Ku senangi dari pada tasbih pe-riya. Wahai Adam, dosa yang membuatmu bersimpuh di hadapan-Ku lebih Ku senangi daripada ketaatan yang membuatmu ria. Wahai Adam, janganlah sedih dengan ucapan-Ku kepadamu: “Keluarlah dari surga!” Namun, turunlah ke bumi-Ku, semailah benih-benih, dan berjihad di jalan-Ku! Lakukan perbaikan di bumi hingga apabila engkau rindu kepada-Ku, masuklah ke surga!”
Pesan yang begitu indah ini, menggambarkan agar kita mau bersimpuh dihadapan Allah. Mengakui kebesaran dan rahmat-Nya. Inilah yang saya sebut dengan kehidupan kedua, di mana pada kehidupan pertama mungkin kita lalai karena berbuat dosa dan maksiat, atau kita memang tidak pernah berbuat maksiat bahkan selalu melakukan kebaikan-kebaikan, namun kebaikan-kebaikan itu bukan membuat kita semakin dekat tetapi membuat kita semakin ‘bangga’ . Ada rasa bahwa lewat kebaikan dan amal shaleh yang kita perbuat membuat kita ‘menciptakan’ diri seolah-olah lebih suci dari orang lain. Tidak! Allah mencoba mengingatkan bahwa semuanya itu niatnya tidak benar. Lalu Allah memberikan sesuatu yang mungkin setiap orang akan mengalami versinya masing-masing. Yang berbuat maksiat tiba-tiba Allah beri dia masalah sehingga akhirnya ia ditangkap polisi dan harus dipenjara, dan di saat dipenjara itulah ia mengalami ‘kehidupan kedua’ menyadari bahwa apa yang selama ini ia buat salah.
Sementara mereka yang tadinya merasa lebih suci dari orang lain, tiba-tiba Allah beri ia penyakit yang tidak ia sangka-sangka. Ia divonis beberapa bulan lagi akan meninggal. Di saat itulah ada ‘ketakutan’ di dalam dirinya bahwa sebenarnya yang ia lakukan selama ini tidak ikhlas. Ia hanya ingin menunjukkan kepada orang lain, bahwa ia orang yang taat padahal ketaatannya hanyalah kamuflase saja. Ketaatannya bukan untuk Allah semata, tetapi hanya untuk sebuah pencitraan. Jadi ia menyadari sepenuhnya bahwa pada dasarnya ia masih ‘kotor’ dan tidak siap untuk meninggalkan dunia ini.
Kalau kita menyadari dengan sepenuh hati, inilah kehidupan kita yang kedua. Kehidupan yang Allah berikan kepada kita untuk memperbaiki apa yang selama ini ‘salah’. Allah ingin agar hamba-hamba-Nya yang salah bisa merubah kesalahannya itu dengan segera. Karena tidak akan ada lagi peringatan yang kedua. Peringatan inilah yang sering kita sebut hidayah atau petunjuk. Mereka yang mendapatkan hidayah dari Allah bila menyikapi dengan baik, tentu akan merasa ‘bahagia’ bukan ‘takut’. Karena lewat fase kehidupan yang ia alami tersebut membuat dirinya berusaha berubah. Namun banyak juga orang yang mendapatkan hal-hal semacam ini, tidak mampu memberikan pelajaran kepada dirinya. Kehidupan keduanya bukan semakin baik, semakin dekat kepada Allah, tetapi semakin menjauh dari Allah.
“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.” (Al-Baqarah: 216)
Ketika masing-masing manusia mengalami ‘kehidupan keduanya’ diharapkan memang menyadari bahwa pada saat itu Allah mencoba ‘merangkul’ kita. Biasanya ketika Allah memberikan kemudahan dan segala fasilitas yang kita inginkan, kita selalu lupa kepada-Nya namun di saat Allah memberikan musibah, maka di saat itu kita begitu ‘menghiba-hiba’ memohon ampun kepada-Nya.
Namun lagi-lagi manusia itu kadang lupa ada fase Allah menegurnya. Sehingga seringkali terjadi pengulangan maksiat. Hal ini akibat syetan selalu membuat diri kita lupa dengan fase kehidupan kedua yang kita alami. Iblis dan syetan tidak ingin agar manusia menjadi baik semuanya. Ia ingin agar manusia akan menjadi temannya di neraka kelak.
Pertaubatan yang telah kita lakukan harusnya menjadi awal kehidupan baru bagi kita. Jangan lagi kita menjadi manusia yang lupa akan pertaubatan yang telah kita lakukan. Jangan sampai kehidupan ini membuat kita lalai dan akhirnya nyawa kita dijeput oleh malaikat maut. Dan di saat ruh sudah berpisah dengan jasad di saat itulah baru kita menyadari bahwa tidak ada lagi pertaubatan yang bisa kita lakukan.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman: “(Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata: “Ya Tuhanku kembalikanlah aku (ke dunia) agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada dinding sampal hari mereka dibangkitkan. (Qs. Al Mu’minuun : 99-100)
Saat jasad sudah di dalam kubur, maka di saat itulah kita baru menyesal bahwa saat ini tidak ada lagi kesempatan untuk bertaubat. Allah sudah tutup pintau taubatnya. Maka yang datang adalah penyesalan namun penyesalah itu tidak berguna lagi.
Oleh karena itu, masing-masing kita pasti akan mendapatkan ‘titik balik’ dari kehidupan ini. Jangan sampai ketika kita memulai ‘kehidupan kedua’ kita ini, kita tidak berubah ke arah yang lebih baik. Oleh karena itu pergunakan waktu yang ada, sebelum waktu yang dijanjikan Allah akan tiba, yaitu datangnya waktu kematian. Wallahu ‘alam bisswab