Musa berkata: “Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau telah memberi kepada Fir’aun dan pemuka-pemuka kaumnya perhiasan dan harta kekayaan dalam kehidupan dunia, ya Tuhan Kami — akibatnya mereka menyesatkan (manusia) dari jalan Engkau. Ya Tuhan kami, binasakanlah harta benda mereka, dan kunci matilah hati mereka, maka mereka tidak beriman hingga mereka melihat siksaan yang pedih”. (10: 88)
Allah Swt. tidak tanggung-tanggung memberikan contoh orang-orang yang membangkang pada- Nya. Sebagai contoh penguasa yang ingkar, Allah Swt menjadikan raja besar semacam Fir’aun sebagai contoh kasus agar manusia yakin seyakin-yakinnya bahwa tanpa keimanan dan amal saleh, raja sebesar Fir’aun sekalipun akan berakhir dengan kehinaan.
Asal Mula Gelar Fir’aun
Asal mula gelar Fir’aun terjadi pada masa awal-awal perkembangan masyarakat lembah Sungai Nil yang sangat subur yang bercorak pertanian. Untuk pengairan, masyarakat Mesir kuno pada awalnya mengandalkan musim banjir dan kemudian dilengkapi dengan irigasi teknis pada masa-masa berikutnya. Karena tanah dan batas-batas tanah sangat penting dalam struktur masyarakat Mesir kuno saat itu, maka diangkatlah tokoh masyarakat yang dihormati untuk mengatur batas-batas tanah dan segala hal yang menyangkut tata kehidupan masyarakat. Tetua masyarakat itu diberi gelar Pharao (Fir’aun) yang karena berkembangnya sistem kemasyarakatan dan negara, Pharao (Fir’aun) ini diangkat menjadi raja yang pada masa itu sebagai pemimpin negara dan pemimpin keagamaan. Pada awal perkembangannya, masyarakat Mesir kuno terbagi atas Mesir hulu dan Mesir hilir yang memiliki Fir’aun dan lambang mahkota sendiri-sendiri. Raja Menes dari Thebes akhirnya menyatukan kedua daerah menjadi satu kesatuan kekuasaan. Mahkota yang digunakan adalah mahkota rangkap.10
Tetapi ada juga yang menjelaskan bahwa, berawal dari kehidupan sebagai anak seorang janda miskin, Raja Fir’aun memulai karirnya hingga menjadi pengusa besar yang namanya diabadikan oleh Allah Swt sebagai contoh penguasa yang terlaknat. Sejak kecilnya, Raja Fir’aun, memiliki nama kecil yaitu ‘Aun dikenal sebagai anak yang tidak bisa diatur. Tiada hari yang dilewatinya tanpa menimbulkan kemarahan ibunya ataupun orang lainnya. Hingga suatu ketika karena kejengkelan yang tidak bisa ditahan lagi, ia diburu ibunya untuk dibunuh. Maka dia pun melarikan diri dari ibunya hingga ibunya sering mengatakan: “Farra ‘Aun (‘Aun lari)!”
Terlepas apakah Fir’aun merupakan gelar dari para raja-raja mesir atau merupakan sebuah sebutan terhadap seorang anak, yang jelas Allah menggunakan kata Fir’aun dalam firman-Nya tersebut.
Fir’aun yang hidup sezaman dengan Nabi Musa as disebutkan bernama Walid bin Mush’ab bin Royyan.12 Nama ini memang masih diperdebatkan, tetapi paling tidak hikmah tidak memunculkan nama di dalam Alquran hanya dalam bentuk gelar, boleh jadi nama tidaklah penting tetapi yang harus diingat bahwa siapa saja yang melakukan kezhaliman lewat kekuasaan yang ada padanya ia bisa digelar Fir’aun.
“Dan Kami memungkinkan Bani Isra’il melintasi laut, lalu mereka diikuti oleh Fir’aun dan bala tentaranya, karena hendak menganiaya dan menindas (mereka); hingga bila Fir’aun itu telah hampir tenggelam berkatalah dia: ‘Saya percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani Isra’il, dan saya termasuk orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)’. (Allah berfirman kepada Fir’aun Mesir:) Apakah sekarang (baru kamu percaya), padahal sesungguhnya kamu telah durhaka sejak dahulu, dan kamu termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan. Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu (baca: walaupun Fir’aun mati di Laut Merah namun jasad Fir’aun diselamatkan ke pantai agar dimumikan) supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu (baca: supaya oranglain bisa melihat jasadmu yang sudah menjadi mumi yang diawetkan) dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami!” (QS Yunus: 90 – 92).