Yayasan Perguruan Bina Santri Sembelih 5 Sapi Kurban

  • Whatsapp
Pembina Yayasan Perguruan Bina Santri Drs H Sotar Nasution MHB (kiri) saat membagikan daging kurban kepada warga yang membutuhkan.

rekatamedia.com - Keluarga besar Yayasan Perguruan (YP) Bina Santri menyembelih lima ekor sapi kurban, seusai pelaksanaan salat Iduladha 1441 H, di komplek perguruan tersebut, Jalan Pasar III Kelurahan Tegal Rejo, Kecamatan Perjuangan Kota Medan, Jumat (31/7/2020).

Penyembelihan hewan kurban dipimpin langsung Pembina YP Bina Santri, Drs H Sotar Nasution MHB bersama pimpinan Bina Santri Dra Hj Latifah Batubara, Ketua YP Bina Santri dr Hj Musdayani Nasution, dan para guru Bina Santri.

Baca Juga:

Ketua YP Bina Santri H Sotar Nasution di sela-sela pembagian daging kurban menyatakan kesyukurannya, hewan kurban yang disembelih di Bina Santri bertambah dari tahun lalu.

“Tahun lalu kita menyembelih tiga ekor sapi. Alhamdulillah, tahun ini meningkat menjadi lima ekor sapi. Kita harapkan tahun depan meningkat lagi menjadi 10 ekor sapi,” ungkap Sotar.

Daging lima sapi yang disembelih, lanjut mantan Ketua BKPRMI Sumut ini, dibagikan kepada wali santri, para guru, masyarakat kawasan Bina Santri dan warga lain yang membutuhkan.

“Kita harapkan daging yang dibagikan dapat meringankan beban warga di masa pandemi Covid-19,” kata Bendahara MUI Sumut ini.

Sotar Nasution juga mengatakan, ibadah kurban disamping memiliki makna untuk menjadikan seseorang saleh secara ritual, juga untuk memupuk kaselehan secara sosial.

“Berkurban, selain sebagai ketundukan diri kepada Sang Pencipta (kesalehan ritual), juga ditindaklanjuti dengan peningkatan kualitas moral dan sosial atau kesalehan sosial para pelaku kurban,” kata Sotar yang juga mantan Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) Sumut ini.

Dijelaskan, perintah kurban bukan sekadar perintah amal ritual, tapi juga mengandung implikasi sosial, yakni menciptakan kehidupan masyarakat yang lebih baik. Karena ibadah kurban lahir dari sejarah Nabi Ibrahim yang melaksanakan perintah Allah SWT untuk menyembelih anak kesayangannya Ismail. Atas kepatuhan Nabi Ibrahim yang total, Allah kemudian mengganti Ismail dengan domba.

“Artinya, pelajaran yang dipetik dari peristiwa tersebut merupakan bukti cinta atau cara manusia memberikan sesuatu paling berharga yang dimilikinya kepada Allah, guna mendapatkan yang lebih berharga. Penyerahan sesuatu yang paling berharga membuktikan bahwa tidak ada kepemilikan mutlak yang dimiliki makhluk. Kepemilikan mutlak hanya ada pada Allah,” kata alumni Fakultas Syariah dan Hukum IAIN (sekarang UIN) Sumut ini.

Pos terkait